Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia —
“Yoku gambarimashita…”
Secara harafiah, kalimat penyemangat dari bahasa Jepang itu kurang lebih berarti “kerja yang baik”. Suatu kalimat yang layak disampaikan kepada Tim Nasional Jepang yang diarsiteki sang pelatih Hajime Moriyasu di perhelatan akbar sepak bola Piala Dunia 2022 Qatar.
Meski gagal lolos ke perempat final, perjuangan tim berjuluk Samurai Biru itu sesungguhnya layak diacungi jempol.
Tim Jepang yang tergabung dalam grup E yang dinilai sebagai “grup neraka”, tampil menawan. Di laga perdana mereka menekuk tim kuat peraih gelar Piala Dunia empat kali, Jerman 2-1.
Sayang di pertandingan kedua melawan Kosta Rika, Jepang kalah tipis 1-0. Namun mereka bangkit. Saat laga penentuan melawan salah satu tim favorit juara Spanyol, Shuichi Gonda dan timnya menang dengan skor 2-1.
Stadion Al Janoub, Al Wakrah jadi saksi bisu drama adu pinalti yang menegangkan antara Jepang melawan Kroasia. Kiper Kroasia Dominic Livakovic berhasil menggagalkan eksekusi tiga penendang penalti Jepang. Takumi Minamino, Kaoru Mitoma, dan Maya Yoshida dibuat gigit jari. Timnas Jepang harus mengakui keunggulan runner up Piala Dunia 2018 di Rusia tersebut dengan skor 1-3.
Sebelum adu penalti, kedua tim bermain imbang 1-1. Jepang membuka keunggulan terlebih dahulu lewat gol Daizen Maeda (43′). Kroasia kemudian membalas lewat gol sundulan yang dicetak oleh Ivan Perisic (55′).
Hajime Moriyasu mengakui kegagalan membawa anak asuhnya mencapai target perempat final di Piala Dunia 2022 — sesuai target federasi sepak bola Jepang (Japan Football Association/ JFA). Seperti diketahui pencapaian tertinggi Jepang dalam sejarah Piala Dunia memang baru mencapai babak 16 besar.
Hasil Perjalanan Panjang
Gagal di Piala Dunia kali ini, bukan berarti perjuangan dan semangat bushido yang diusung Timnas Jepang tak layak dipuji. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari penampilan ciamik mereka.
Pertama, sukses tim Jepang menembus putaran final Piala Dunia sejak 1998 tidak dilakukan dalam waktu singkat atau dengan cara instan.
Federasi Sepak Bola Jepang membangun sepak bola hingga jadi salah satu yang terbaik di Asia butuh waktu puluhan tahun. Jepang telah menyusun program tim nasional sejak mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002 bersama Korea Selatan, tepat 20 tahun sebelum Piala Dunia 2022.
Sepak bola Jepang terus bergerak maju. Pengembangan pemain muda sudah menuai hasil.
Jauh sebelumnya, sejak dekade 80-an negeri Matahari Terbit mulai merancang sistem pengembangan sepakbola. Salah satunya adalah perancangan kompetisi profesional yang berkualitas sehingga mampu menciptakan pemain-pemain berbakat. Mereka memperbaiki kualitas liga domestik. Bahkan, kala itu Jepang sempat studi banding terkait kompetisi sepak bola dengan sejumlah negara di Eropa sampai Asia.
Kedua, daya juang dan mentalitas bertanding yang tinggi. Para pemain Jepang pantang menyerah di lapangan hijau, sebelum wasit meniupkan pluit panjang berakhir. Meski dinilai sebagai tim “anak bawang” dan diremehkan di grup E, tim Jepang berhasil menunjukan kualitas mereka. Empat gol ke gawang tim bertabur bintang seperti Jerman dan Spanyol berhasil mereka ceploskan.
Penampilan spartan pemain Jepang di lapangan hijau, menginspirasi pelatih timnas Maroko, Wali Reragui. Saat jumpa pers jelang laga melawan Spanyol di babak perdelapan final Selasa (6/12) malam WIB, Reragui memuji mentalitas pemain Jepang yang kuat jadi faktor pendongkrak kemenangan atas tim matador.
Ketiga memberi kesempatan pemain berlaga di kompetisi sepak bola berkualitas di luar negeri. Dalam skuat timnas Jepang sekarang, terdapat kurang lebih 25 pemain yang berkarier di Eropa. Daniel Schmidt, Maya Yoshida, Takehiro Tomiyasu, Wataru Endo, Genki Haraguchi, Gaku Shibasaki, Kyogo Furuhashi, Daichi Kamada, serta Takumi Minamino adalah sebagian dari 25 nama pemain yang sedang berkompetisi di Eropa.
Saat timnas Jepang sukses menghempaskan Jerman 2-1, sang pelatih Hajime Moriyasu tak menampik keberhasilan timnya tampil memukau di Piala Dunia 2022 berkat campur tangan kompetisi Jerman, Bundesliga.
Tercatat delapan pemain Jepang yang bermain di Liga Jerman.
Pelecut Bagi PSSI
Pengalaman JFA dan prestasi yang ditorehkan timnas Jepang selayaknya jadi pelecut bagi induk sepak bola kita, PSSI untuk introspeksi dan berbenah. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas sepak bola dan Timnas Indonesia yang masih minim prestasi di level regional (ASEAN), Asia, apalagi dunia.
Harus diakui di bawah pelatih Shin Tae Yong (STY) yang ditunjuk PSSI sejak Desember 2019 mulai ada perubahan dari skuad Garuda. Pelatih yang pernah menangani Timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018 tersebut mulai memperbaiki gaya bermain tim, kemampuan fisik sampai mentalitas pemain.
Juru taktik 52 tahun itu mampu meningkatkan ranking FIFA Timnas Indonesia hingga 20 tingkat. Yang awalnya berada di posisi 175 di peringkat dunia, kini naik ke posisi 155.
Memang belum ada piala yang berhasil diangkat Asnawi Mangkualam dan kawan-kawan selama STY menukangi tim. Saat SEA Games 2021 di Vietnam, Garuda muda harus puas meraih perunggu usai tekuk Malaysia.
Torehan prestasi lainnya adalah Timnas Indonesia membuat sejarah dengan lolos Piala Asia 2023. Timnas Indonesia membuat kejutan saat membungkam tuan rumah Kuwait dengan skor 2-1. Kemenangan ini mematahkan rekor 42 tahun tak pernah menang. Selain itu STY juga berhasil meloloskan Timnas Indonesia U-20 ke ajang Piala Asia U-20 2023 di Uzbekistan.
Catatan-catatan positif tersebut sebagai pertanda sepak bola dan Timnas Indonesia tengah bergerak menuju ke arah yang lebih baik.
Sejatinya federasi sepak bola siapapun pemimpinnya harus mendukung. Belajar dari kesalahan masa lalu, saatnya Timnas Indonesia tak lagi direcoki dengan kepentingan pribadi atau kelompok politik tertentu.
Tentu saja PR lain yang harus dibereskan terkait kualitas kompetisi liga sepak bola domestik. Pasca-tragedi Kanjuruhan saatnya jadi momen perbaikan seiring bergulirnya kembali Liga 1. Kelak jika penonton sudah diizinkan kembali datang ke stadion mendukung tim kesayangan, kenyamanan sampai keamanan mereka harus diperhatikan.
Pada 20 Desember 2022 perhelatan sepak bola bergengsi di kawasan Asia Tenggara Piala AFF siap digelar. Kompetisi yang disebut-sebut sebagai “Piala Dunia” -nya negara-negara ASEAN ini, jadi ujian untuk pelatih Shin Tae-yong dan pemain Witan Sulaeman dkk. Meraih prestasi terbaik demi memuaskan dahaga supporter akan gelar juara. Timnas Indonesia mampu melepaskan “kutukan” sebagai tim spesialisasi runner-up di ajang dua tahunan tersebut.
“Batas dari perjuangan bukan saat kalah tetapi saat menyerah…”
Kalimat ini saya kutip dari unggahan seorang warganet yang terinspirasi dari perjuangan timnas Jepang di Piala Dunia 2022. Selayaknya spirit bertanding, mentalitas baja tak mudah menyerah dan haus akan prestasi seperti yang dipertontonkan tim Samurai Biru menular ke PSSI, Timnas Indonesia mulai dari level senior sampai kelompok umur.
Kita Garuda!
(vws)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
Sumber: www.cnnindonesia.com